Sistem Payroll: Manfaat, Metode, Cara Kerja & Kesalahan Umumnya
Payroll bukan sekadar proses rutin, tetapi salah satu fondasi penting dalam menjaga hubungan kerja yang…
Nindy
Mei 26, 2025Membayar pajak merupakan kewajiban setiap Wajib Pajak di Indonesia, namun tidak semua penghasilan langsung dikenakan pajak. Pemerintah menetapkan adanya batas minimum penghasilan yang bebas pajak, yang dikenal dengan istilah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Ketentuan ini penting karena menjadi dasar perhitungan PPh Pasal 21, sehingga menentukan apakah seseorang wajib membayar pajak penghasilan atau tidak. Dengan memahami PTKP, karyawan maupun pemberi kerja dapat menghitung kewajiban pajak secara lebih tepat dan terhindar dari kesalahan perhitungan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah batas pendapatan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak dikenakan pajak. PTKP menjadi dasar perhitungan PPh 21, sehingga jika penghasilan di bawah PTKP tidak dipotong pajak, sedangkan jika melebihi PTKP maka selisihnya dihitung sebagai Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Aturan terkait Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dapat berubah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Telah terjadi beberapa perubahan terkait PTKP.
Besaran PTKP terakhir kali diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 101/PMK.010/2016, dan hingga 2025 ketentuan tersebut masih digunakan, meskipun ada wacana penyesuaian ke depan.
Dasar hukum penghitungan PPh Pasal 21 yang tercantum dalam Pasal 21 ayat (5) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan telah diperbarui melalui UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pasal tersebut mengatur tarif pemotongan pajak sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Pemerintah.
Sebagai aturan pelaksana, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023 dari PP 58/2023 yang mengatur tata cara pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi. Skema ini menegaskan mekanisme pemotongan berdasarkan jumlah penghasilan dan status penerima.
PTKP sangat penting dalam perhitungan PPh 21 karena menentukan batas minimal penghasilan yang tidak dikenai pajak. Artinya, jika penghasilan seseorang masih berada di bawah nilai PTKP, maka ia tidak memiliki kewajiban membayar PPh 21.
Sebaliknya, bila penghasilannya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, barulah selisihnya dihitung sebagai Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan dikenakan tarif pajak progresif. Dengan kata lain, semakin besar nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku, semakin kecil beban pajak yang harus ditanggung wajib pajak.
Berikut ini adalah beberapa poin penting terkait besaran PTKP menurut UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP):
Status | Kode/Jumlah Tanggungan | Tarif PTKP |
TK | TK/0 | Rp 54.000.000 |
TK | TK/1 | Rp 58.500.000 |
TK | TK/2 | Rp 63.000.000 |
TK | TK/3 | Rp 67.500.000 |
K | K/0 | Rp 58.500.000 |
K | K/1 | Rp 63.000.000 |
K | K/2 | Rp 67.500.000 |
K | K/3 | Rp 72.000.000 |
K/I | K/I/0 | Rp 112.500.000 |
K/I | K/I/1 | Rp 117.000.000 |
K/I | K/I/2 | Rp 121.500.000 |
K/I | K/I/3 | Rp 126.000.000 |
Wajib Pajak (WP) yang memiliki status TK adalah mereka yang belum menikah. Kode TK digunakan untuk menentukan besaran PTKP untuk individu yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan.
Wajib Pajak dengan status K adalah mereka yang sudah menikah. Besaran PTKP untuk WP yang sudah menikah akan bergantung pada jumlah tanggungan yang dimilikinya.
Wajib Pajak dengan status K/I adalah mereka yang sudah menikah tetapi tidak memisahkan harta dengan pasangan mereka. Besaran PTKP untuk karyawan dengan status K/I juga bergantung pada jumlah tanggungan yang dimilikinya.
Rumus dasar untuk menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak di Indonesia adalah sebagai berikut:
PTKP Dasar + Tambahan PTKP (Menikah) + Tambahan PTKP (Tanggungan)
Besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak berbeda tergantung status perkawinan dan jumlah tanggungan. Status yang umum digunakan misalnya:
Setelah status PTKP diketahui, jumlah penghasilan setahun dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai status tersebut.
PKP = Penghasilan Setahun – PTKP.
Hasil ini menjadi dasar perhitungan PPh 21.
Tarif PPh 21 bersifat progresif sesuai Pasal 17 UU PPh, dimulai dari 5% untuk PKP hingga Rp60 juta pertama, lalu naik bertahap sesuai lapisan penghasilan berikutnya.
Seorang karyawan di perusahaan A memiliki gaji bulanan sebesar Rp 10.000.000. Status karyawan tersebut sudah menikah dan memiliki dua orang anak (status K/2).
Penghasilan Setahun: Rp 10.000.000 x 12 = Rp 120.000.000
PTKP: Rp 54.000.000 + Rp 4.500.000 (status menikah) + (Rp. Rp 4.500.000)*2 (tanggungan) = Rp 67.500.000
PKP (Penghasilan Kena Pajak): Rp 120.000.000 – Rp 67.500.000 = Rp 52.500.000
Seorang karyawan di perusahaan B memiliki gaji bulanan sebesar Rp 12.000.000. Status karyawan tersebut sudah menikah, dan istrinya juga berpenghasilan. Keduanya memiliki satu anak (status K/I/1).
Penghasilan Setahun: Rp 12.000.000 x 12 = Rp 144.000.000
PTKP: Rp 54.000.000 + Rp 4.500.000 (status menikah) + Rp 54.000.000 (istri berpenghasilan) + Rp 4.500.000 (tanggungan) = Rp 117.000.000
PKP (Penghasilan Kena Pajak): Rp 144.000.000 – Rp 117.000.000 = Rp 27.000.000
PTKP adalah batas penghasilan yang tidak dikenai pajak. Jika penghasilan Anda di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak, maka tidak ada PPh 21 yang dipotong.
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) terakhir ditetapkan melalui PMK No. 101/PMK.010/2016 dan masih berlaku hingga 2024. Besarannya adalah:
TK/0 (Tidak Kawin, tanpa tanggungan) = Rp54.000.000
K/0 (Kawin, tanpa tanggungan) = Rp58.500.000
K/1 (Kawin, 1 tanggungan) = Rp63.000.000
K/2 (Kawin, 2 tanggungan) = Rp67.500.000
K/3 (Kawin, 3 tanggungan) = Rp72.000.000
Status ini adalah K/1, sehingga PTKP-nya Rp63.000.000 per tahun.
Hingga saat ini (2025), belum ada aturan baru yang mengubah PTKP menjadi Rp60 juta. Besaran resmi masih mengacu pada PMK No. 101/2016.
PPh 21 dipotong dari penghasilan bruto (gaji pokok, tunjangan tetap, dan komponen penghasilan lain) setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak, iuran pensiun, dan pengurang lain yang sah.
Saldo tabungan tidak dikenai pajak. Yang dikenakan pajak adalah bunga tabungan/deposito, sesuai aturan PPh Pasal 4 ayat (2). Jadi, meskipun saldo Rp1 miliar, yang dikenakan pajak adalah bunga yang diterima, bukan pokok tabungan.
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah pengurangan pajak berdasarkan status dan tanggungan wajib pajak. Perhitungan pajak secara manual sering kali menyebabkan kesalahan yang bisa merugikan wajib pajak.
Untuk menghindari kesalahan, sangat disarankan menggunakan software akuntansi atau ERP (Enterprise Resource Planning), seperti Impact. Impact memiliki modul akuntansi yang dapat membantu Anda menghitung dan mengelola pajak secara otomatis dengan lebih akurat dan efisien.
Tim Insights Impact
Tim Insights Impact terdiri dari beragam individu profesional yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam berbagai aspek bisnis. Bersama-sama, kami berkomitmen untuk memberikan wawasan mendalam dan pemahaman yang berharga tentang berbagai topik terkait strategi bisnis dan tren industri yang relevan.
75% proyek transformasi digital gagal. Ambil langkah pertama yang tepat dengan memilih partner yang dapat dipercaya untuk jangka panjang.