Additive manufacturing adalah inovasi baru manufaktur yang populer dikenal menggunakan printer 3D. Perkembangan industri ini tergolong cepat, tercatat pada tahun 2021 global 3D printing market mencapai hingga $13,8 juta. Selain itu, sekitar 2,2 juta 3D printer telah dikirimkan pada tahun 2021.

Namun, pada dasarnya hal manufaktur aditif tidak hanya terbatas pada printer 3D saja dan telah ada sejak beberapa dekade lalu. Guna memahami lebih lanjut mengenai manufaktur aditif mulai dari definisi, manfaat, hingga tantangannya, Anda dapat membaca artikel berikut.

Apa itu Additive Manufacturing?

Additive Manufacturing (AM) adalah proses pembuatan objek 3D dengan menambahkan material secara berlapis-lapis. Proses ini berbeda dengan manufaktur tradisional yang membuang material untuk membentuk objek.

AM menawarkan beberapa keuntungan, seperti:

  • Efisien: Material digunakan secara optimal, menghasilkan lebih sedikit limbah.
  • Fleksibilitas: Desain yang kompleks dapat dibuat dengan mudah.
  • Kecepatan: Prototipe dan produk dapat dibuat dengan cepat.
  • Kustomisasi: Produk dapat dipersonalisasi sesuai kebutuhan.
mesin printing 3d dalam additive manufacturing

Manufaktur aditif pertama kali digunakan untuk mengembangkan prototipe pada tahun 1981 oleh Dr. Hideo Kodama. Proses ini dikenal sebagai rapid prototyping karena memungkinkan orang untuk membuat model skala objek akhir dengan cepat, tanpa proses penyiapan yang khusus dan biaya untuk membuat prototipe.

Seiring dengan perkembangan manufaktur aditif, penggunaannya meluas hingga ke perkakas yang digunakan untuk membuat cetakan untuk produk akhir. Pada awal 2000-an, manufaktur aditif digunakan untuk membuat produk fungsional.

Baru-baru ini, contoh perusahaan yang menerapkan additive manufacturing yaitu Boeing dan General Electric. Manufaktur aditif digunakan untuk membuat komponen elektronik ataupun pesawat pada perusahaan tersebut.

Cara Kerja Additive Manufacturing

Guna membuat objek menggunakan additive manufacturing, perusahaan harus membuat desain terlebih dahulu. Biasanya dilakukan dengan menggunakan desain komputer atau CAD, perangkat lunak, atau dengan memindai objek yang ingin dicetak. Perangkat lunak kemudian menerjemahkan desain menjadi kerangka lapis demi lapis untuk diikuti oleh mesin manufaktur aditif/printer 3D.

Dalam Additive Manufacturing (AM), terdapat berbagai jenis bahan yang dapat digunakan, dikategorikan berdasarkan sifatnya:

1. Polimer:

  • Plastik: Bahan yang paling umum digunakan dalam AM, seperti ABS, PLA, PETG, TPU, dan Nylon. Cocok untuk prototipe, model awal, dan produk fungsional.
  • Resin: Digunakan untuk stereolithography (SLA) dan digital light processing (DLP) menghasilkan objek dengan permukaan halus dan akurasi tinggi.

2. Logam:

  • Bubuk logam: Digunakan untuk Selective Laser Melting (SLM) dan Electron Beam Melting (EBM) menghasilkan objek logam yang kuat dan tahan lama dengan presisi tinggi.
  • Filamen logam: Digunakan untuk Fused Deposition Modeling (FDM) untuk mencetak objek logam dengan biaya lebih rendah.

3. Keramik:

  • Bubuk keramik: Digunakan untuk Selective Laser Sintering (SLS) menghasilkan objek keramik yang tahan panas dan aus.
  • Pasta keramik: Digunakan untuk Direct Ink Writing (DIW) menghasilkan objek keramik dengan bentuk kompleks.

4. Biomaterial:

  • Polimer biokompatibel: Digunakan untuk mencetak implan, organ, dan perangkat medis.
  • Sel hidup: Digunakan untuk bioprinting jaringan dan organ manusia.

Jenis-Jenis Additive Manufacturing

Teknologi manufaktur aditif secara garis besar terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Selective Laser Sintering (SLS)

SLS adalah tipe manufaktur aditif dengan memanaskan material tanpa dicairkan untuk membuat objek beresolusi tinggi yang kompleks. Sintering laser logam langsung menggunakan bubuk logam sedangkan sintering laser selektif menggunakan laser pada bubuk termoplastik sehingga partikelnya saling menempel.

  • Proses: SLS menggunakan laser untuk menyinter bubuk plastik layer demi layer untuk membangun objek.
  • Material: SLS umumnya menggunakan bubuk nilon, polipropilena, dan kaca.
  • Keuntungan: SLS menghasilkan objek yang kuat dan tahan lama dengan akurasi yang tinggi.
  • Kekurangan: SLS relatif mahal dan membutuhkan post-processing untuk menghilangkan bubuk yang tidak terpakai.
  • Aplikasi: SLS ideal untuk pembuatan prototipe fungsional, suku cadang, dan objek dengan geometri yang kompleks.

2. Melting

a. Selective Laser Melting (SLM)

  • Menggunakan laser untuk melelehkan bubuk logam secara selektif, layer demi layer, untuk membangun objek 3D.
  • Menghasilkan objek logam padat dengan presisi tinggi.
  • Digunakan untuk berbagai aplikasi, termasuk manufaktur suku cadang, prototipe, dan perangkat medis.

b. Electron Beam Melting (EBM):

  • Menggunakan berkas elektron terfokus untuk melelehkan bubuk logam secara selektif, layer demi layer, untuk membangun objek 3D.
  • Mirip dengan SLM, tetapi menawarkan beberapa keuntungan, seperti kecepatan yang lebih tinggi dan kemampuan untuk memproses material yang lebih reflektif.
  • Digunakan untuk berbagai aplikasi, termasuk manufaktur aerospace, otomotif, dan manufaktur alat berat.

3. Stereolithography (SLA)

Stereolithography adalah tipe manufaktur aditif yang menggunakan proses fotopolimerisasi, di mana laser ultraviolet ditembakkan ke dalam tong berisi resin fotopolimer untuk membuat komponen keramik yang mampu menahan suhu ekstrem.

  • Proses: SLA menggunakan laser untuk menyembuhkan resin cair layer demi layer untuk membangun objek.
  • Material: SLA umumnya menggunakan resin fotopolimer yang sensitif terhadap cahaya.
  • Keuntungan: SLA menghasilkan objek dengan permukaan yang halus dan akurasi yang tinggi.
  • Kekurangan: SLA relatif mahal dan membutuhkan waktu pengerjaan yang lebih lama.
  • Aplikasi: SLA ideal untuk pembuatan prototipe presisi, model master, dan objek dengan detail yang kompleks.

Perbedaan Additive Manufacturing dan Manufaktur Tradisional

perbedaan additive manufacturing dengan manufaktur tradisional

Source: tridiku.com, apa itu 3D printing

Pada dasarnya, baik additive manufacturing maupun conventional manufacturing memiliki keunggulan tersendiri. Namun, terlepas dari semua keuntungan manufaktur aditif, fungsi dari manufaktur tradisional masih cukup sulit untuk digantikan.

Hingga saat ini, selain kasus penggunaan khusus, proses manufaktur tradisional masih dinilai lebih cepat dan lebih murah. Namun, bagi beberapa perusahaan, manufaktur aditif sangat berharga jika melihat pada ukuran lot yang kecil dan permintaan fungsionalitas yang tinggi. Lebih lanjut, berikut perbedaan antara kedua metode ini:

PerbedaanAdditive ManufacturingManufaktur Tradisional
PrinsipMenambahkan bahan sedikit demi sedikit dari 0, sampai bentuk dan ukuran sesuai dengan yang diinginkanPengurangan material besar sampai mencapai bentuk dan ukuran sesuai dengan benda yang diinginkan
MaterialMenggunakan material dengan efisienMembutuhkan material awal yang banyak
Biaya awalLebih rendahLebih tinggi
Biaya operasionalTidak ada perubahan signifikanSemakin murah jika semakin banyak benda yang dibuat
Skala produksiCocok untuk memproduksi benda dengan jumlah antara 1 – 10.000 unitCocok untuk memproduksi benda dengan jumlah di atas > 100.000 unit
Fleksibilitas desainTinggiRendah
BentukFleksibel, dapat membuat bentuk kompleksTerbatas pada bentuk yang dapat dibuang dari material
LimbahSedikit sekali material yang terbuangBanyak material yang terbuang
Kecepatan produksiBisa lebih cepatBisa lebih lambat

Melihat pada perbedaan tersebut, maka perlu adanya model manufaktur hybrid. Berdasarkan model ini, maka produk awal akan diproduksi secara aditif, namun manufaktur tradisional akan mengambil alih begitu ukuran lot meningkat ke titik tertentu dan permintaan tinggi.

Namun, alih-alih menciptakan persediaan berlebih dalam jumlah besar, perusahaan dapat kembali ke manufaktur aditif untuk memenuhi permintaan sesuai kebutuhan setelah melambat.

Penggunaan manufaktur aditif di akhir masa pakai produk ini dapat bermanfaat bahkan bagi perusahaan yang belum pernah menggunakan teknologi tersebut sebelumnya.

Lebih lanjut, perusahaan yang belum pernah menggunakan teknologi dapat mengefisienkan proses manufaktur dengan menggunakan  ERP Manufacturing Impact. ERP manufaktur berguna untuk mengotomatiskan proses manufaktur. Dengan ERP, Anda juga dapat memperoleh laporan kustom dengan data yang terpusat sehingga mempermudah dalam identifikasi permasalahan pada proses manufaktur.

Manfaat Additive Manufacturing

Manufaktur aditif memiliki beberapa manfaat dalam penerapannya, antara lain:

  • Dengan manufaktur aditif, banyak langkah perantara rantai pasokan dihilangkan. Hal ini dikarenakan pelanggan dapat mengirimkan desain langsung dari komputer mereka ke printer 3D.
  • Memproduksi barang secara aditif juga memungkinkan untuk membuat objek dengan bahan yang dinilai secara fungsional artinya dapat memiliki bahan yang berbeda di dalam dan di luar. Misalnya, di bagian luar Anda memiliki bahan tahan abrasi, seperti keramik, dan di bagian dalam, Anda memiliki bahan konduktor, seperti logam.
  • Menciptakan geometri yang rumit dan menghasilkan ukuran lot yang kecil sehingga dapat menghilangkan bobot dari suatu objek. Hal ini sangat penting dalam industri kedirgantaraan dan mobil, di mana bobot dapat mempengaruhi fungsionalitas produk akhir.
  • Manufaktur aditif juga mempermudah pembuatan sesuatu dalam jumlah kecil.

Baca Juga: Strategi Implementasi 5S pada Lean Manufacturing

Tantangan Additive Manufacturing

Teknologi Additive Manufacturing (AM) menawarkan banyak keuntungan, namun masih memiliki beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai potensi penuhnya. Berikut adalah beberapa tantangan utama AM dan solusi potensialnya:

1. Keterbatasan Material

Tidak semua bahan kompatibel dengan proses additive manufacturing. Faktor seperti daya laser, kecepatan, morfologi serbuk, dan proses akhir dapat memengaruhi hasil cetak. Hal ini menyebabkan persentase produk gagal yang tinggi. Oleh karena itu, solusi yang mungkin dapat dilakukan antara lain:

  • Mengembangkan bahan baru yang kompatibel dengan AM.
  • Meningkatkan kontrol proses AM untuk meminimalkan cacat.
  • Menerapkan simulasi dan analisis untuk memprediksi hasil cetak dan optimasi desain.

2. Keakuratan dan Kualitas Pencetakan

Additive manufacturing memiliki keterbatasan dalam akurasi dan kualitas permukaan dibandingkan manufaktur tradisional. Faktor seperti geometri, pengaturan pencetakan, dan kualitas bahan dapat memengaruhi presisi dan estetika produk. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan beberapa solusi:

  • Meningkatkan teknologi pencetakan untuk mencapai presisi yang lebih tinggi.
  • Mengembangkan teknik post-processing untuk menghaluskan permukaan dan meningkatkan estetika.
  • Menerapkan kontrol kualitas yang ketat untuk memastikan produk yang konsisten dan andal.

3. Biaya Awal yang Tinggi

Biaya awal untuk mesin additive manufacturing dan bahannya masih relatif tinggi dibandingkan manufaktur tradisional. Hal ini dapat menjadi hambatan bagi perusahaan kecil dan menengah. Solusi yang mungkin dapat dilakukan adalah:

  • Meningkatkan skalabilitas dan efisiensi produksi AM untuk menurunkan biaya.
  • Mengembangkan solusi AM yang lebih hemat biaya, seperti desktop 3D printer.
  • Mendorong kolaborasi dan berbagi sumber daya antar pengguna AM.

4. Keterampilan dan Pengetahuan SDM

Kurangnya SDM yang terampil dalam mengoperasikan teknologi AM dan memahami berbagai bahan yang digunakan. Untuk mengatasi tantangan ini, dapat dilakukan beberapa upaya:

  • Meningkatkan program edukasi dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan SDM di bidang AM.
  • Membangun komunitas dan platform berbagi pengetahuan untuk kolaborasi dan pembelajaran antar pengguna AM.
  • Mendukung pengembangan standar dan sertifikasi untuk industri AM.

Contoh Additive Manufacturing

Berikut contoh penerapan additive manufacturing berdasarkan pengaplikasiannya dalam industri manufaktur:

1. Prototipe

  • Industri Otomotif: Produsen mobil menggunakan AM untuk membuat prototipe mobil baru dengan cepat dan murah.
  • Industri Elektronik: Produsen elektronik menggunakan AM untuk membuat prototipe perangkat elektronik baru untuk pengujian dan validasi desain.

2. Produksi Suku Cadang

  • Industri Aerospace: Produsen pesawat menggunakan AM untuk membuat suku cadang pesawat yang ringan dan kuat.
  • Industri Medis: Produsen alat kesehatan menggunakan AM untuk membuat implan dan perangkat medis yang disesuaikan dengan pasien.

3. Alat Bantu Produksi

  • Industri Manufaktur: Produsen menggunakan AM untuk membuat jig dan fixture yang digunakan dalam proses manufaktur.
  • Industri Konstruksi: Kontraktor menggunakan AM untuk membuat model 3D untuk perencanaan dan visualisasi proyek.

4. Produk Akhir

  • Industri Fashion: Desainer menggunakan AM untuk membuat perhiasan dan aksesoris yang unik dan inovatif.
  • Industri Makanan: Produsen makanan menggunakan AM untuk membuat cetakan untuk membuat makanan dengan bentuk yang kompleks.

Contoh Perusahaan Manufaktur yang Mengaplikasikan AM:

  • General Electric: GE menggunakan AM untuk membuat suku cadang mesin jet yang lebih ringan dan efisien.
  • Siemens: Siemens menggunakan AM untuk membuat prototipe turbin angin dan komponen lainnya.
  • Nike: Nike menggunakan AM untuk membuat sepatu lari yang disesuaikan dengan kebutuhan pelari.

Peran ERP dalam memaksimalkan Additive Manufacturing

Salah satu cara untuk memaksimalkan penerapan additive manufacturing yaitu dengan menggunakan sistem ERP (Enterprise Resource Planning). ERP adalah sistem terintegrasi yang membantu perusahaan untuk mengotomatiskan proses bisnis dan membantu pemilik bisnis untuk melihat gambaran keseluruhan pada perusahaannya.

Pada penerapan additive manufacturing, peran ERP sangat dibutuhkan karena di dalamnya memuat manajemen data yang dapat mengetahui secara detail produk Anda mulai dari bahan baku, proses produksi hingga pengiriman. Selain itu, sistem ERP juga berfungsi untuk memprediksi pesanan di masa yang akan datang, sehingga perusahaan bisa mempersiapkan stok dengan baik.

Implementasi manufaktur aditif yang didukung sistem ERP dapat membuat perusahaan mengecek mesin-mesin yang digunakan pada proses produksi secara otomatis. Hal tersebut memungkinkan proses produksi dengan additive manufacturing dapat dilakukan dengan lebih cepat dan akurat.

Oleh karena itu, bagi Anda pelaku bisnis manufaktur yang menerapkan manufaktur aditif, perlu dipertimbangkan untuk penggunaan ERP dalam proses bisnis. Salah satu yang dapat Anda terapkan yaitu Impact ERP yang memiliki berbagai modul seperti inventaris, sales, CRM, purchase, hingga accounting.

sistem ERP

Kesimpulan

Teknologi additive manufacturing bukan merupakan hal baru pada dunia manufaktur. Teknologi ini telah dikenal sejak 3 dekade yang lalu dan hingga kini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dalam perkembangannya, manufaktur aditif identik dengan penggunaan 3D printer untuk produksi.

Guna mempermudah dalam maintenance peralatan produksi dan mengotomatiskan proses bisnis, Anda dapat mengimplementasikan Impact ERP. Software tersebut dapat membantu Anda dalam memperkirakan tingkat inventaris, sales order, hingga mengotomatiskan proses keuangan sehingga dapat meningkatkan efisiensi perusahaan.

Tim Insights Impact

Tim Insights Impact terdiri dari beragam individu profesional yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam berbagai aspek bisnis. Bersama-sama, kami berkomitmen untuk memberikan wawasan mendalam dan pemahaman yang berharga tentang berbagai topik terkait strategi bisnis dan tren industri yang relevan.

Blog
WhatsApp Us