8 Tata Cara Merger Perusahaan

Dalam hal penguatan bisnis, hal yang umum dilakukan oleh pemimpin bisnis adalah proses restrukturisasi, yaitu salah satunya Merger and Acquisition dengan perusahaan lain.
Perbedaan mendasar antara Merger dan Acquisition ialah merger adalah penggabungan yang dilakukan dengan cara meleburkan dan menggabungkan aktivitas operasional mereka ke dalam satu entitas tunggal, sedangkan acquisition adalah kegiatan pembelian aset perusahaan lain atau dengan memperoleh kepemilikan saham suatu perusahaan lain lebih dari 51%, sehingga kedua perusahaan masih tetap memiliki identitasnya masing-masing. Kedua proses ini dinilai efektif untuk meningkatkan kapabilitas sehingga akan meningkatkan efesiensi, pertumbuhan secara instan, dan perluasan pasar. Selain itu secara tidak langsung dengan mengurangi persaingan bisnis dengan perusahaan lain dan menghilangkan praktik monopoli ataupun persaingan usaha tidak sehat lainnya.
Dalam prosesnya, untuk menghindari hal-hal yang merugikan perusahaan dalam melakukan perbuatan hukum merger, maka perusahaan terlebih dahulu memeriksa dan melihat apakah proses merger yang dilakukan suatu perusahaan tersebut telah benar serta tidak bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar atau tidak,
Berikut 8 hal-hal yang harus di perhatikan saat merger perusahaan diantaranya :
1. Direksi Menyusun Rancangan Merger
Rancangan penggabungan (merger) apabila telah mendapat mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap perusahaan diajukan kepada RUPS masing-masing untuk mendapat persetujuan. Dalam Pasal 123 UU Perseroan Terbatas, Hal yang akan di bahas diantaranya persoalan perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan, nama dan kedudukan dari masing-masing pihak, tata cara penilaian dan konversi saham perusahaan yang menggabungkan diri, laporan keuangan selama 3 tahun terakhir, neraca proforma, hingga nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris perusahaan yang menerima Penggabungan, dan beberapa hal lainnya.
2. Meminta Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Setelah Dewan komisaris menyetujui, selanjutnya ialah melakukan RUPS. Persetujuan RUPS terkait dengan perbuatan hukum merger diputuskan melalui musyawarah mufakat. Namun apabila tidak mencapai kata sepakat dalam musyawarah mufakat tersebut, persetujuan RUPS dilakukan dengan memperhatikan Pasal 89 UU Perseroan Terbatas, yaitu 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir, Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan
3. Mengumumkan Ringkasan Rancangan Merger
Dalam Pasal 127 ayat (1) dan (2) disebutkan direksi perusahaan yang akan melakukan penggabungan (merger) wajib mengumumkan ringkasan rancangan merger-nya paling sedikit dalam 1(satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari perusahaan yang akan melakukan penggabungan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pengumuman ringkasan rancangan merger tersebut memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan merger di kantor perusahaan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
4. Hak Kreditur Untuk Mengajukan Keberatan Terkait Perbuatan Hukum Merger
Kreditur merupakan pihak yang diberikan hak oleh UU Perseroan Terbatas untuk mengajukan keberatan akibat tindakan hukum merger yang dilakukan oleh perusahaan. Artinya, apabila masih terdapat tagihan terhadap perusahaan, maka alangkah baiknya perusahaan sebagai debitur menyelesaikan persoalan tagihan tersebut bersama kreditur, Sebab apabila tidak dilakukan, kreditur dapat menjadi pihak di pengadilan untuk meminta proses merger dihentikan sementara sampai dengan tagihan dari kreditur dibayarkan. Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perusahaan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman. Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tercapai, Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilaksanakan
5. Membuat Akta Merger di Notaris
Pasal 128 UU Perseroan Terbatas menyebutkan Rancangan I yang telah disetujui oleh RUPS selanjutnya dituangkan dalam akta penggabungan (merger) yang dibuat di hadapan Notaris dengan Bahasa Indonesia
6. Salinan Akta Merger Diberitahukan dan/atau Diumumkan oleh Kemenkumham
Dalam Pasal 129 UU Perseroan Terbatas, disebutkan Salinan akta merger perusahaan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana di maksud dalam Pasal 21 ayat (1) UU Perseroan Terbatas, atau penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan Anggaran Dasar sebagaimana di maksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU Perseroan Terbatas.
7. Kewajiban Direksi Mengumumkan Merger di Surat Kabar
Pasal 133 ayat (1) UU Perseroan Terbatas menyebutkan direksi perusahaan yang menerima Penggabungan wajib mengumumkan hasil Penggabungan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau Peleburan.
8. Kewajiban Memberitahukan Kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Dalam Pasal 29 ayat (1) UU 5 Tahun 1999 Jo. PP No. 57 Tahun 2010 disebutkan perusahaan yang melakukan merger diwajibkan untuk memberitahukan (melapor) kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk dinilai apakah perbuatan hukum merger yang dilakukan terdapat dugaan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Adapun jangka waktu pemberitahuan (pelaporan) yang dilakukan oleh perusahaan adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal berlaku efektif secara yuridis merger tersebut.
Source : Syarat dan prosedur merger (penggabungan) by ILS Law firm
Share this article: